Jenis Zona Potensi Terjadinya Tanah Longsor

Zona Potensi Tanah Longsor - Penyebab terjadinya tanah longsor adalah karena air yang meresap ke dalam tanah sehingga membuat bobot tanah menjadi lebih besar. Jika air tersebut menembus sampai ke tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng. Kawasan rawan bencana longsor dibedakan atas zona-zona berdasarkan karakter dan kondisi fisik alaminya.

Zona berpotensi tanah longsor adalah daerah/kawasan yang rawan terhadap bencana longsor dengan kondisi terrain dan kondisi geologi yang sangat peka terhadap gangguan luar, baik yang bersifat alami maupun aktifitas manusia sebagai faktor pemicu gerakan tanah, sehingga berpotensi terjadinya longsor. Berdasarkan hidrogeomorfologinya dibedakan menjadi 3 jenis zona, yaitu Zona Tipe A, Zona Tipe B, dan Zona Tipe C.

jenis zona potensi tanah longsor
Tipologi zona berpotensi tanah longsor berdasarkan hidrogeomorfologi.

Zona Berpotensi Longsor Tipe A

Zona ini merupakan daerah lereng gunung, lereng pegunungan, lereng bukit, lereng perbukitan, tebing sungai atau lembah sungai dengan kemiringan lereng di atas 40%, dengan ketinggian di atas 2000 meter di atas permukaan laut. Zona ini dicirikan dengan kondisi Lereng pegunungan relatif cembung; tersusun atas tanah penutup setebal lebih dari 2 (dua) meter, bersifat gembur dan mudah lolos air (misalnya tanah-tanah residual), menumpang di atas batuan dasarnya yang lebih padat dan kedap (misalnya andesit, breksi andesit, tuf, napal dan batu lempung).

Pada zona ini, lereng tebing sungai tersusun oleh tanah residual, tanah kolovial atau batuan sedimen hasil endapan sungai dengan ketebalan lebih dari 2 (dua) meter. Pada lereng sering muncul rembesan air atau mata air terutama pada bidang kontak antara batuan kedap dengan lapisan tanah yang lebih permeable. Vegetasi alami yang dapat dijumpai antara lain tumbuhan berakar serabut (perdu, semak, dan rerumputan), pepohonan bertajuk berat, dan berdaun jarum (pinus).

Pada Zona ini jenis gerakan tanah yang terjadi berupa Luncuran baik berupa luncuran batuan, luncuran tanah, maupun bahan rombakan dengan bidang gelincir lurus, melengkung atau tidak beraturan. Biasa dijumpai aliran tanah, aliran batuan dan aliran bahan rombakan batuan, bahkan kombinasi antara dua atau beberapa jenis gerakan tanah dengan gerakan relatif cepat (lebih dari 2 meter per hari hingga mencapai 25 meter per menit).

Zona Berpotensi Longsor Tipe B

Zona berpotensi longsor pada daerah kaki gunung, kaki pegunungan, kaki bukit, kaki perbukitan, dan tebing sungai dengan kemiringan lereng berkisar antara 21% - 40%, dengan ketinggian 500-2000 meter di atas permukaan laut. Zona ini antara lain dicirikan oleh Lereng pegunungan tersusun dari tanah penutup setebal kurang dari 2 (dua) meter, bersifat gembur dan mudah lolos air, Lereng tebing sungai tersusun oleh tanah residual, tanah kolovial atau batuan sedimen hasil endapan sungai dengan ketebalan kurang dari 2 (dua) meter.

Pada zona ini curah hujan mencapai 70 mm per jam atau 100 mm per hari dengan curah hujan tahunan lebih dari 2500 mm dan Sering muncul rembesan air atau mata air pada lerengterutama pada bidang kontak antara batuan kedap air dengan lapisan tanah yang lebih permeable. Gerakan tanah yang terjadi pada daerah ini umumnya berupa rayapan tanah yang mengakibatkan retakan dan amblesan tanah.

Zona Berpotensi Longsor Tipe C

Zona berpotensi longsor pada daerah dataran tinggi, dataran rendah, dataran, tebing sungai, atau lembah sungai dengan kemiringan lereng berkisar antara 0% - 20%, dengan ketinggian 0-500 meter di atas permukaan laut. Zonasi ini antara lain dicirikan oleh daerah kelokan sungai (meandering) dengan kemiringan tebing sungai lebih dari 40%, Kondisi tanah (batuan) penyusun lereng umumnya tersusun dari tanah lempung yang mudah mengembang apabila jenuh air (jenis montmorillonite), dan curah hujan mencapai 70 mm per jam atau 100 mm per hari dengan curah hujan tahunan lebih dari 2500 mm.

Daerah ini Sering muncul rembesan air atau mata air pada lereng, terutama pada bidang kontak antara batuan kedap air dengan lapisan tanah yang lebih permeable. Gerakan tanah yang sering terjadi umumnya berupa rayapan tanah yang mengakibatkan retakan dan amblesan tanah dengan kecepatan gerakan lambat hingga menengah dengan kecepatan kurang dari 2 (dua) meter per hari.

(Referensi: Karnawati, D. 2006, Kajian Aspek Geologi sebagai Faktor Resiko Bencana Gerakan Tanah. Makalah pada Lokakarya Penataan Ruang sebagai Wahana untuk meminimalkan Potensi Kejadian Longsor, Jakarta).
Komentar