Penelitian Logam Tanah Jarang (LTJ/REE) di Indonesia

Merespon kondisi pasar yang demikian bagusnya, berbagai negara disamping penghasil utama, Tiongkok, berlomba-lomba mencari potensi dan mengembangkan LTJ secara serius, seperti Amerika, Kanada, Jepang, maupun negara-negara lainnya, tidak ketinggalan juga Indonesia. Khusus Jepang, Tiongkok, negara-negara Asia lainnya rupanya melirik Indonesia menjadi lokasi pilihan bagi investor atau para peminat dari negara-negara tersebut dalam mengembangkan komoditas REE. Badan geologi dan institusi terkait lainnya merespon dengan mengadakan berbagai seminar maupun kelompok diskusi, survey, dan eksplorasi secara rutin guna mengembangkan penelitian potensi REE di Indonesia.

Secara historis, sebetulnya Indonesia sudah melakukan penyelidikan LTJ setidaknya berdasarkan laporan penyelidikan yang tersedia sejak tahun 1991. Misalnya, berdasarkan kompilasi data kadar monazit dan xenotim pada endapan aluvial di wilayah Kepulauan Riau dan Bangka Belitung menunjukkan kandungan yang cukup signifikan (lihat gambar di bawah).

Pada tahun 1990-an, PSDG yang pada waktu itu masih bernama Direktorat Sumber Daya Mineral, membentuk unit khusus untuk melakukan berbagai penyelidikan tentang LTJ. Hasilnya, banyak indikasi di Sumatera dan Bangka Belitung dan juga indikasi berupa zircon di Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Semenjak maraknya permintaan pasar dunia, Badan Geologi telah secara rutin melakukan survey dan penyelidikan LTJ secara rutin.

Hal yang menjadi fokus utama bagi para peneliti di Indonesia adalah tetap mengarah kepada penelitian mineral-mineral yang mengandung unsur tanah jarang (monazit, xenotim, dan zircon) yang tersebar sebagai ikutan terutama di dalam cebakan aluvial (placer) timah. Hal ini disebabkan potensi cebakan tersebut diperkirakan melimpah sebarannya di lingkungan laut dan daratan kepulauan Bangka, Belitung, dan Riau yang merupakan bagian dari jalur sumberdaya timah Asia Tenggara.

penelitian logam tanah jarang
Kandungan monasit dan xenotim mengandung LTJ di Kepulauan Riau dan Bangka Belitung.

Disamping lembaga penelitian pemerintah, BUMN seperti PT Timah,Tbk juga aktif melakukan penelitian pemanfaatan sisa buangan tambang timah yang dimiliki terutama di wilayah Bangka Belitung dan Riau. Perusahaan ini juga menjalin kerjasama dengan BATAN, Kementrian Perindustrian, Badan Geologi, dan Balitbang ESDM guna melakukan penelitian bersama dalam mengembangkan LTJ.

Baru-baru ini telah dibentuk secara bersama-sama suatu konsorsium LTJ yang melibatkan para ahli yang ada untuk menangani penyelidikan mulai dari hulu, inventarisasi atau penyelidikan sumberdaya, hingga bagian hilir yaitu pengolahan dan ekstraksi unsur LTJ maupun industri pembuatan aneka produk di dalam negeri. Suatu langka nyata yang sudah terlihat hingga sekarang diantaranya adalah telah terbangunnya suatu pilot plant industri pengolahan LTJ dengan bahan baku berupa sisa buangan tambang timah, dimana pabrik percobaan tersebut ditempatkan di Bangka Barat (Mentok) dengan kapasitas uji coba sekitar 50 kg monasit per hari.

Disamping itu, Badan Geologi telah banyak mempublikasikan hasil-hasil penyelidikan LTJ baik dalam endapan sisa buangan timah, tambang emas plaser maupun jenis primer di berbagai lokasi. Peta kandungan monasit sebagai mineral utama LTJ untuk Kepulauan Bangka Belitung telah dipublikasikan pada tahun 2013 yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam penyelidikan LTJ di Pulau Bangka. Hasil penyelidikan pada pelapukan granit di Sumatera Utara yang menunjukkan adanya indikasi LTJ yang cukup signifikan di daerah ini juga telah dipublikasikan hasilnya pada tahun 2012.

Penemuan indikasi LTJ dalam monasit juga merupakan hal penting yang ditemukan oleh Badan Geologi di Kepulauan Natuna, Riau baru-baru ini yang masih terus dikembangkan hingga diperoleh sumberdayanya. Masih banyak program penyelidikan yang akan dilaksanakan pada masa mendatang untuk memastikan layak tidaknya industri LTJ dibangun di Indonesia dalam berbagai skala atau tingkatannya.
Komentar