Dasar-dasar Kemantapan Lereng

Dasar-dasar Kemantapan Lereng - Didalam operasi penambangan masalah Kemantapan Lereng atau Kestabilan Lereng akan diketemukan pada penggalian tambang terbuka (open pit maupun open cut), di tempat-tempat penimbunan “overburden” dan bahan buangan (tailing disposal), di jalan-jalan tambang, pemotongan dan “cover” terowongan, dan di penimbunan bijih (stockyard), bendungan bendungan untuk cadangan air kerja. Apabila lereng-lereng yang terbentuk sebagai akibat dari proses penambangan (pit slope) maupun yang merupakan sarana penunjang operasi penambangan (bendungan, jalan, dan lain lain) itu tidak stabil (tidak mantap) maka kegiatan produksi akan terganggu. Oleh karena itu suatu analisis kemantapan lereng merupakan suatu bagian yang penting untuk mencegah terjadinya gangguan gangguan terhadap kelancaran produksi maupun terjadinya bencana yang fatal.

Tujuan analisis kemantapan lereng adalah sebagai berikut :
  • Mengerti perkembangan, bentuk lereng alamiah dan proses yang bertanggung jawab terhadap berbagai ciri alamiah. 
  • Menilai kemantapan lereng jangka pendek (sering selama konstruksi) dan jangka panjang. 
  • Menilai kemungkinan kelongsoran yang melibatkan lereng alamiah dan lereng rekayasa. 
  • Menganalisis kelongsoran dan mengerti mekanisme kelongsoran dan pengaruh dari faktor lingkungan. 
  • Memungkinkan rancangan ulang dari lereng yang telah runtuh dan merencanakan serta merancang pengukuran pengobatan dan pencegahan, jika diperlukan. 
  • Mempelajari akibat pembebanan seismic terhadap lereng dan timbunan.

Kemantapan Lereng terutama disebabkan oleh faktor hidrologi dan faktor struktur bidang lemah batuan. Masalah kemantapan lereng pada umumnya tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut :
  • Lokasi, arah, frekuensi, kekuatan dan karakteristik dari bidang-bidang lemah. 
  • Keadaan tegangan alamiah dalam massa batuan/tanah. 
  • Konsentrasi lokal dari tegangan. 
  • Karakteristik mekanik dari massa batuan/tanah. 
  • Iklim terutama jumlah hujan untuk di daerah tropis. 
  • Geometri lereng.

Klasifikasi Gerakan Massa Tanah atau Batuan

Kemantapan Lereng atau Kestabilan Lereng sangat berhubungan dengan gerakan massa tanah atau batuan. Gerakan tanah atau batuan menurut M.M. Purbo Hadiwidjoyo dan telah dilengkapi oleh penulis dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
  • Longsoran (sliding) 
  • Runtuhan (falling) 
  • Nendatan 
  • Amblasan (subsidence) 
  • Rayapan (creep) 
  • Aliran (flow) 
  • Gerakan kompleks

Disebut longsoran, jika bahan yang bergerak itu seakan akan dengan tiba-tiba meluncur ke bawah. Runtuhan, jika bahan itu ibaratnya jatuh bebas, seperti massa batuan pada dinding yang curam (mendekati tegak), yang sekonyong-konyong jatuh. Kita berhadapan dengan nendatan jika tanah atau batuan yang tersangkut merupakan massa yang belum terlepas dari ikatannya; jadi seakan akan masih merupakan gumpalan-gumpalan besar. Amblasan sering dapat kita saksikan pada jalan yang tadinya rata tiba-tiba menurun, entah karena di bawah ada rongga, entah karena di bagian lain ada yang terdesak. Rayapan, yaitu gerakan massa tanah atau batuan secara perlahan lahan. Sedangkan aliran, yaitu campuran gerakan dan transportasi massa tanah atau batuan.

1. Longsoran/Luncuran
Istilah yang paling banyak digunakan untuk merancang gerakan tanah atau batuan yang terjadi pada lereng-lereng alamiah adalah longsoran “dalam arti yang luas”. Agar pengertian longsoran dapat diperjelas, Coates (1977) membuat daftar beberapa faktor penting yang telah disetujui oleh 28 penulis yang telah menyumbangkan pikirannya untuk subyek ini. Daftar tersebut adalah sebagai berikut :
  • Longsoran mewakili satu kategori dan suatu fenomena included under the general heading of mass movement. 
  • Gravitasi adalah gaya utama yang dilibatkan. 
  • Gerakan harus cukup cepat, karena rayapan (creep) adalah begitu lambat sebagai longsoran. 
  • Gerakan dapat berupa keruntuhan (falling), longsoran/luncuran (sliding) dan aliran (flow). 
  • Bidang atau daerah gerakan tidak sama dengan patahan. 
  • Gerakan akan ke arah bawah dan menghasilkan bidang bebas, jadi subsidence tidak termasuk. 
  • Material yang tetap ditempat mempunyai batas yang jelas dan biasanya melibatkan hanya bagian terbatas dari punggung lereng. 
  • Material yang tetap ditempat dapat meliputi sebagian dari regolith dan/ atau bedrock. 
  • Fenomena frozen ground biasanya tidak termasuk kategori ini. 

Klasifikasi dari longsoran pada umumnya dapat didasarkan pada faktor-faktor sebagai berikut :
  • Jenis dari material 
  • Morfologi dari material 
  • Karakteristik geomekanik 
  • Kecepatan dan lama dari gerakan 
  • Bentuk dari permukaan longsoran (bidang, baji, busur) 
  • Volume yang dilibatkan 
  • Umur dari longsoran 
  • Penyebab longsoran 
  • Mekanisme longsoran

Longsoran atau luncuran dalam arti yang sebenarnya dihasilkan umumnya pada suatu material yang kurang rapuh. Gerakan ini terjadi sepanjang satu atau beberapa bidang luncuran. Gerakan ini bisa berupa rotasi atau translasi yang tergantung pada keadaan material serta strukturnya. Kalau luncurannya merupakan rotasi, maka biasanya akan menghasilkan longsoran busur atau lingkaran. Tetapi bila gerakan ini merupakan translosi, maka akan menghasilkan longsoran bidang. gabungan kedua gerakan ini akan menghasilkan longsoran bidang dan busur. Jenis gerakan ini yang paling banyak terjadi, seperti yang dialami desa sukasari, bogor timur, pada tanggal 22 november 1992 yang lalu dan meminta korban sembilan orang meninggal. juga di desa cikalong, tasikmalaya yang terjadi pada tanggal 11 oktober 1992 dan meminta korban 56 orang meninggal (m.m.purbo hadiwidjoyo, 1992).

2. Runtuhan (falling)
Runtuhan dapat terjadi dari bidang-bidang diskontiniu pada suatu lereng yang tegak, pada rayapan dari lapisan lunak (misalnya marl lempung) atau gulingan blok, sebagai contoh runtuhan yang terjadi di gunung granier en savoie pada tahun 1248 (hantz, 1988). Keruntuhan dari jurang batukapur dengan ketinggian sekitar 1.000 m, mengikuti gelinciran / longsoran dari marl dan menggerakkan suatu volume yang sangat besar yaitu sekitar 500.000.000 m3, yang menyebar sepanjang 7 km dengan luas 20 km & membunuh ribuan penduduk.

3. Rayapan (Creep)
Rayapan merupakan gerakan yang kontinu dan relatif lambat. Kita tidak dapat melihat dengan jelas bidang rayapan, contoh daerah pelanggan jenis gerakan ini adalah Pangadegang di Cianjur Selatan. Disana daerah yang bergerak mencakup sekitar 100 km. Selain itu didaerah Ciamis Utara, Banjarnegara di Jawa Tengah (M.M. Purbo Hadiwidjoyo, 1992).

4. Aliran
Gerakan ini berasosiasi dengan transportasi material oleh air atau udara dan dipicu oleh gerakan longsoran sebelumnya, kecepatan gerakan bisa sangat tinggi.

Pemicu dan Pemacu Gerakan Massa Tanah atau Batuan

Kedua istilah "pemicu" dan "pemacu" ini dipakai oleh M.M. Purbo Hadiwidjoyo (1992). Pemicu itu misalnya adalah gempa bumi. Salah satu gerakan tanah besar yang diduga kuat dipicu oleh gempa adalah terjadi di Cianjur Selatan pada 13 Desember 1924. Gempa itu sendiri tidak bersumber di Jawa Barat. Tempat yang sama lagi-lagi bergerak pada Desember 1964. Ketika itu sumbernya kebetulan juga ada di Jawa Barat dan kebesarannya mencapai 6 pada skala Richter. Getaran yang timbul karena lewatnya kereta api dapat pula memicu terjadinya gerakan tanah. Hal itu rupanya telah menimbun kereta api Jakarta-Jogyakarta di dekat Purwokerto waktu zaman revolusi 1947. Selain itu hujan juga dapat disebut sebagai pemicu gerakan tanah seperti yang terjadi di jalan antara Sibolga dan Medan bulan Januari 1993.

Selain terkena picu, gerakan massa tanah atau batuan, dapat juga dipacu. Misalnya saja, lereng yang semula tahan terhadap gerakan, karena kakinya (toe) dipotong untuk jalan atau untuk perumahan, akhirnya memiliki kecenderungan lebih besar untuk bergerak.

Selanjutnya Terzaghi (1950) dan Bruwsden (1979) menyatakan bahwa untuk mengklasifikasikan penyebab sebagai pemicu adalah tidak bijaksana apabila kejadian perpindahan tergantung pada kondisi dan kejadian tersebut sudah berlangsung selama beberapa hari atau beberapa minggu. Sebagai gambaran kedua penulis ini hanya mengklasifikasikan penyebab gerakan massa tanah atau batuan sebagai penyebab eksternal, internal dan kombinasi.

Penyebab Eksternal :
  • Perubahan geometri lereng ; pemotongan kaki lereng, erosi, perubahan sudut kemiringan, panjang, dll. 
  • Pembebasan beban ; erosi, penggalian. 
  • Pembebanan ; penambahan material, penambahan tinggi. 
  • Shock dan vibrasi ; buatan, gempa bumi, dll 
  • Penurunan permukaan air 
  • Perubahan kelakukan air ; hujan, tekanan pori, dll.

Penyebab Internal :
  • Longsoran, progresif ; mengikuti ekspansi lateral, fissuring dan erosi. 
  • Pelapukan. 
  • Erosi seepage : solution, pemipaan (piping)

Secara umum di daerah tropis seperti Indonesia, penyebab utama longsoran lereng adalah air, baik tekanan air dalam rekahan, alterasi mineral maupun erosi dari lapisan lunak (Hantz, 1988). Selanjutnya penyebab utama lainnya diperkirakan oleh adanya kekar yang mengalami pelapukan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan penyebab dari longsoran dapat dikategorikan dalam 3 faktor geometrik, hidraulik, dan mekanik.

Metode Analisis Kemantapan Lereng

Ada beberapa metode analisis kemantapan lereng yang dapat kita gunakan dalam menganalisa gerakan massa tanah dan batuan, antara lain :
  • Metoda analitik 
  • Metoda grafik 
  • Metoda keseimbangan limit 
  • Metoda numerik (metoda elemen hingga, elemen diskret, elemen batas dan lain lain) 
  • Teori blok dan sistem pakar
    Gambar 1. Perbandingan Metoda Rancangan Lereng
    Gambar 1. Perbandingan Metoda Rancangan Lereng

    Tahap-tahap Pertambangan dan Sasaran Geoteknik

    Secara umum sasaran geoteknik dalam hubungannya dengan tahapan pertambangan dapat dijelaskan sebagai berikut :

    1. Tahap Pendahuluan
    • Geologi yang luas. 
    • Mengetahui geoteknik dan air bawah tanah yang mempengaruhi pertambangan. 
    • Mengetahui model geologi. 
    • Memberi petunjuk pada pemakaian sistem pertambangan yang berbeda dan perlengkapan pada suatu endapan. 
    • Memberi masukan geoteknik pada program eksplorasi. 
    • Memberi petunjuk perancangan lereng. 
    • Mengetahui geoteknik dan air bawah tanah yang mempengaruhi pertambangan. 
    • Rancangan dan susunan spesifik mengenai geoteknik dan program penelitian air bawah tanah. 


    2. Tahap Pra Kelayakan
    • Geoteknik pendahuluan, sampling hidrogeologi, dan uji. 
    • Penyusunan model dasar geoteknik untuk lokasi termasuk penyelidikan eksplorasi yang didasarkan pada data geoteknik dan hidrogeologi untuk tiap massa batuan dan perkiraan awal dari parameter perancangan. 
    • Memperkirakan pengaruh air bawah tanah pada perancangan lereng untuk proses pengeringan pada tambang, skala pengeringan yang potensial, pelaksanaan, waktu dan biaya dalam batas waktu yang ditentukan. 
    • Memberi perancangan lereng secara detail : open pit : + 50-100, strip mine : 100 
    • Bersama-sama dengan perencanaan tambang memberi petunjuk pemilihan peralatan dan metoda pertambangan. 
    • Mengetahui faktor-faktor geoteknik dan hidrogeologi yang mempengaruhi perancangan tambang dan yang belum sesuai. 
    • Rancangan dan biaya dari akhir penyelidikan yang diperlukan untuk tingkat studi kelayakan.


    3. Tahap Kelayakan
    • Penyelidikan geoteknik dan hidrogeologi dilakukan lebih rinci dan spesifik yang disesuaikan dengan alat dan metoda pertambangan. 
    • Memberi penilaian statistik pada semua parameter teknik perancangan termasuk rata-rata dan distribusi untuk semua unit geoteknik. 
    • Bersama dengan perencana tambang memastikan faktor-faktor geoteknik yang berhubungan dengan perancangan. 
    • Memberi perancangan lereng menurut falsafah yang disetujui oleh perencana tambang dan pemilik proyek. Sudut perancangan lereng tergantung pada pengembangan tambang, dengan toleransi sebagai berikut : Open pit : sudut overall + 10 - 30, strip mine : sudut highwall + 50, sudut spoil pile + 10 - 30, open pit (batuan keras). 
    • Memberi perancangan lereng secara detail termasuk tinggi jenjang, lebar berm, sudut jenjang, interamp dan sudut overall pit slope maksimum pada tiap bagian perancangan tambang. 
    • Memberi perancangan detail untuk external waste dumps. 
    • Strip mine (batubara). 
    • Memberi perancangan detail lereng termasuk: sudut highwall, sudut spoil dump, perancangan pit waste dump, sudut low wall, perancangan footwall, jarak dengan mesin. 
    • Memperkirakan pengeringan tambang termasuk desain detail, rancangan, spesifikasi dan biaya. 
    • Bersama dengan perencana tambang dan para ahli geoteknik memastikan perancangan air bawah tanah sesuai dan tidak akan merugikan operasi penambangan. 
    • Bersama dengan perencana tambang merancang jalan masuk angkutan dan resikonya secara ekonomis. 
    • Memberi petunjuk pada teknik peledakan akhir dan peralatan yang sesuai. 
    • Bersama dengan perencana tambang memilih staff untuk masalah geoteknik atau air bawah tanah. 
    • Rancangan dan biaya program pemantauan air bawah tanah. 
    • Laporan yang jelas mengenai kelayakan pertambangan yang direncanakan. 
    • Merancang dan memantau peralatan yang digunakan pada operasi.


    4. Tahap Operasi
    • Menilai bagaimana kondisi geoteknik selama penyelidikan awal apakah sesuai perancangan parameter kelayakan. 
    • Menyusun dan melaksanakan secara terus menerus pengumpulan data sebagai bagian dari geologi pertambangan dan geoteknik. 
    • Rancangan dan melaksanakan rencana pada studi kelayakan seperti : Peledakan akhir dan penggalian, penyangga lereng, mengubah geometri lereng, dan depressurisation lereng. 
    • Melaksanakan pemantauan lereng. 
    • Rancangan dan melaksanakan rencana hidrogeologi, memantau debit aliran air atau air bawah tanah. 
    • Terus menerus merubah perancangan lereng selama umur tambang seperti perubahan kondisi geoteknis atau karena alasan ekonomi.

    Rancangan Lereng Tambang

    Pada prakteknya metoda perancangan berpatokan pada heuristic's atau rules of thumb (the institution of engineers australia, 1990). Tapi pada geoteknik pertambangan yang didasarkan geologi, konsep perancangan lereng tambang lebih relevan seperti heuristic's. Hal ini memberi pandangan yang luas mengenai aktivitas alam. Heuristic's didefinisikan sebagai :
    "Suatu metoda untuk memecahkan masalah yang sama sekali tidak tergantung pada algoritma, tapi tergantung pada pertimbangan induktif dari pengalaman pada masalah yang sama (macquarie dictionary)".

    Algoritma adalah suatu prosedur untuk memecahkan masalah yang terbatas dan digunakan untuk proses merancang, tetapi tidak pernah digunakan untuk merancang lereng tambang. Definisi heuristic yang lainnya adalah pertimbangan induktif, yaitu :
    "Proses penjelasan penemuan untuk suatu fakta yang khusus, dengan memperkirakan besarnya fakta pengamatan dimana penjelasan ini meliputi seluruh fakta".

    Hal ini tidak umum untuk suatu proses deduktif dimana kesimpulan didasarkan pada fakta yang diketahui atau prinsip yang ada. Merancang lereng tambang didasarkan pada pengamatan kuantitatif dari sebagian kecil conto tanah atau massa batuan. Oleh karena itu pertimbangan yang penting adalah :
    "Hanya keahlian yang tepat mengelola suatu lingkungan heuristic” (the institution of engineers australia, 1990)".

    Pada tambang bawah tanah dengan batuan yang keras masalah teknik mekanika batuan adalah pengontrolan bawah tanah (brady, 1986); pengontrolan atas deformasi dan displacement untuk memastikan kestabilan secara keseluruhan, melindungi jalan masuk, memelihara kondisi kerja yang aman dan cadangan bijih (brady & brown, 1985). Masalah teknik dalam merancang lereng tambang terbuka adalah tidak dapat mengontrol bawah tanah dan dengan asumsi yang implisit sehingga lereng dapat runtuh. Sasaran pokok dalam perancangan lereng tambang terbuka adalah :
    "Tercapainya desain yang optimum adalah kompromi antara lereng yang ekonomis dan cukup aman" (hoek and bray, 1973)".
    Komentar